Sabtu Malam, 27 April 2013
Aku mengambil HP dari sakuku, lalu kuketik tulisan ini: “Om udah di depan. Dek Rei dimana?”. Setelah memilih nomor yang dituju, aku langsung memencet tombok OK untuk mengirim. Tak lama kemudian muncul balasan SMS. “Iya Om, ntar aku mau keluar.” Selang sepuluh menit kemudian, tiba-tiba dari seberang kulihat seorang cowok mengenakan kemeja jeans lengan panjang dan bawahan celana jeans datang menghampiriku. Jujur saja, sebenarnya tampang dan penampilan Rei ini biasa-biasa saja. Padahal foto-fotonya di internet cukup meyakinkan. Agak kecewa sih. Tapi karena aku lagi horny, tak ada rotan akar pun jadi, hehehe.
Awalnya Rei agak ragu-ragu untuk mendekatiku, karena saat itu aku masih mengenakan helm. Tapi begitu aku melepaskan helm dari kepalaku, wajahnya langsung tersenyum. “Om Pras?” Aku tersenyum. “Iya” jawabku.
“Wih, dah jam 10 lebih gini kok bajunya masih rapi? Baru keluar ya?” tanyaku.
“Iya Om. Biasa, malem Minggu ya ngapelin pacar. Baru aja aku pulang, dah keluar lagi sama Si Om” katanya.
“Kamu ngekos di sana?” aku menunjuk gang tempat tadi dia muncul.
“Iya, agak masuk dikit sih” jawab dia. Kami terdiam selama beberapa saat. Nggak munafik. Tujuan utamaku ketemuan sama Rei malam ini karena aku ingin ngentot. Dan aku ingin segera melaksanakan niat itu secepatnya.
“Emm, kamu ada tempat mengobrol nggak? Nggak enak ngobrol di pinggir jalan gini. Ntar kalo ada yang kenal terus ngeliat gimana” kataku.
“Jangan ke kosan. Takut ditanya macem-macem sama temen-temenku” kata Rei.
“Bilang Om keluarga kamu kan beres” kataku tak sabar.
“Nggak deh Om, takut” jawab Rei. Lama-lama aku kesal juga dengan anak ini. Udah tampang biasa-biasa aja, minta bayaran gede, rewel pula.
“Om juga nggak punya tempat. Masa di rumah Om? Kan ada istri sama anak Om” kataku.
“Ya udah deh, kita jalan-jalan aja. Gimana?” usul Rei. Akhirnya, aku pun menuruti usulan itu. Buru-buru kembali kukenakan helmku. Setelah memakai helm yang sudah kupersiapkan untuknya, Rei lantas kubonceng berkeliling tanpa tujuan. Mataku melirik kanan dan kiri jalan, berusaha mencari tempat yang tepat untuk menuntaskan hasratku.
Selama di perjalanan, aku berbicara basa-basi dengan dia untuk meramaikan suasana. Saat itu memang cuacanya cukup panas. Tapi berhubung hari sudah semakin larut, udara malam pun tak ayal menerpa tubuh kami.
“Om, ntar kalo nusuk jangan sampe sakit ya” kata Rei. Permintaan yang aneh menurutku. Mana ada nusuk yang nggak sakit? Justru bukannya rasa sakit itu yang ditunggu-tunggu? Hehehe. Tapi aku maklum, karena memang sejak awal dia sudah bilang kalau ini adalah pengalaman pertamanya dengan sesama jenis.
“Emang Dek Rei serius waktu bilang kalo ini yang pertama?”
“Iyalah. Aku masih normal Om. Aku cuma lagi bener-bener butuh duit sekarang” kata Rei. Aku tak berani bertanya lebih jauh alasannya butuh uang. Aku orangnya tidak tegaan. Ntar kalau dia cerita lebih banyak, bukannya aku horny malah jatuhnya kasihan sama dia dan akhirnya nggak tega memerawi dia. Biar deh, itu urusan dia. Pokoknya dia seneng, aku puas!
Tak terasa jam di tanganku sudah menunjukkan hampir jam 11 malam. Karena frustasi tak menemukan tempat yang tepat, akhirnya aku memutuskan berhenti tepat di depan sebuah pohon yang agak rimbun. Di belakangnya terhampar sepetak sawah. Sedangkan di seberang jalan ada beberapa toko yang sudah tutup dan gang yang sepertinya mengarah ke pemukiman warga. Selebihnya, itu hanyalah jalanan beraspal yang sepi. Sepanjang melewati jalan itu, baru terhitung tiga sampai lima kendaraan yang berpapasan dengan kami.
“Turun di sini Om?” tanya Rei.
“Iya” jawabku.
Karena tak ada tempat parkir yang lain, mau tak mau aku meninggalkan sepeda motorku di pinggir jalan. Lalu kutarik tangan pemuda itu ke balik pohon. Tentu saja itu tempat persembunyian yang jauh dari aman. Mungkin masih bisa menghalau pemandangan orang-orang yang keluar dari gang di seberang jalan. Tapi jelas tak akan bisa dengan orang-orang yang lewat di samping kiri dan kanan pohon. Tapi nafsuku sudah tak mampu kutahan lagi.
Dengan bernafsu kudorong tubuh Rei ke pohon itu, lalu kucupang lehernya. Tangan kiri Rei secara refleks melingkarkan tangannya di pundakku sementara tangan kanannya meremas T-Shirt hitamku. Begitu cupanganku bergerak mendekati bibirnya, tanpa ragu-ragu kucium bibirnya yang tebal itu.
Aku memutar tubuhnya sehingga menghadap ke arah pohon dan membelakangiku. Kepalanya kutolehkan ke kiri dan kembali kucium bibirnya dari belakang. Aku menelusupkan tanganku ke balik bajunya dari bawah sehingga aku bisa memelintir putingnya yang kian melenting.
Merasa kurang leluasa, aku kemudian membuka sebagian kancing atas bajunya, hanya untuk memasukkan tanganku dan memelintir putingnya dari belakang. Kujilati tengkuknya.
Aku memutar sedikit tubuhnya. Kujilati puting itu. Tapi hanya sebentar, karena sesaat kemudian perhatianku langsung tertuju pada pantatnya.
Kuremas-remas belahan pantatnya. Aku yang sedang jongkok di depannya kemudian memutar lagi tubuh Rei sehingga selangkangannya tepat berada di depanku. Pelan-pelan kubuka resleting celana jeansnya berikut celana dalamnya. Begitu keduanya melorot sampai lutut, aku bisa melihat kontol Rei yang masih layu. Ternyata dia memang cowok straight. Kalau dia sakit, pasti sudah daritadi kontolnya ngaceng. Itu berarti, dia juga jujur donk soal keperawanannya. Kalau begitu, aku beruntung sekali. Aku belum pernah mencoba rasanya memerawani perjaka ting-ting macam Si Rei ini. Apalagi dia cowok normal. Ahh, sensasinya pasti sangat berbeda!
Pelan-pelan kuelus batang kejantanan milik Rei. Kukocok, terus kujilati. Lama-kelamaan, kontolnya pun mulai on. Baru setengah on kontolnya berdiri, langsung saja kumasukkan ke dalam mulutku. Rei rupanya kurang mengantisipasi hal ini, sehingga dengan keterkejutannya dia sedikit mengerang menerima perlakuanku pada kontolnya. “Arrrghh!” erangnya sambil menengadahkan kepalanya ke atas.
Seraya kepalaku naik turun di atas kontolnya, kedua tanganku juga asyik memegang-megang dua telur kembar di bawahnya. Ahh, aku selalu suka mengemut kontol anak muda. Apalagi, kontol cowok straight. Pasti sudah berkali-kali kontol ini keluar masuk memek cewek.
Tapi belum lama aku menikmatinya, tiba-tiba terdengar suara motor hendak lewat ke arah kami. Tentu saja kami langsung gelagapan. Lampu motor itu selama beberapa saat menyorot kami, tapi sepertinya pengendaranya sendiri tak terlalu memperhatikan keberadaan kami. Begitu motor itu menjauh, aku bilang, “Kamu duduk aja ya Dek. Biar lebih enak.”
“Iya Om” jawabnya. Rei langsung duduk dan menyenderkan punggungnya ke batang pohon. Aku kembali mengisap kontolnya, kali dengan posisi membungkuk.
“Ahhh, Om. Aku pengen keluar... Arrghhh!” tak lama kemudian, CROTT! CROTT! Rei memuntahkan cairan putih kentalnya dua kali hingga mengenai wajah dan tanganku.
“Gimana rasanya?” tanyaku pada Rei.
“Nggak buruk, itung-itung pengalaman baru” katanya. Tapi ini baru pembuka. Setelah memberinya beberapa menit untuk mengembalikan tenaga, aku lantas berdiri dan mendekatkan selangkanganku di wajahnya. Tahu apa yang kumau, tanpa kusuruh Rei membuka celanaku dan memelorotinya hingga ke lutut. Begitu melihat celana dalamku, Rei tak langsung membukanya. Cowok itu mengelus-elus gundukan di selangkanganku perlahan. Karena sudah tak sabar, aku sendiri yang menurunkannya ke bawah dan kudekatkan kontolku ke mulutnya. Rei tak menolak. Dengan perlahan pula dia menghisap kontolku. Awalnya raut mukanya terlihat jijik. Tapi lama-lama dia malah keasyikan sendiri.
Setelah merasa cukup tegang, aku memintanya berdiri. Inilah menu utama yang kutunggu-tunggu dari tadi! Tanpa kondom ataupun pelicin, aku mencoba memasukkan kontolku ke anus Rei yang masih perawan itu. Rupanya sangat sulit sekali. Jujur, ini pengalaman pertamaku berhadapan dengan anus perawan. Kalau biasanya tanpa pelicin aku bisa dengan mudah menjebol, tapi lain halnya dengan anus Rei ini. Lubangnya terlalu sempit dan kecil. Aku berkali-kali mencoba memasukkan jari kelingkingku ke anusnya untuk penetrasi. Rei, sambil menopang tubuhnya dengan tangan di batang pohon, mengerang kesakitan dan meminta berhenti.
“Arrghh, sakit Om! Sakitt!! Udah, udah.....” erangnya.
“Dah ah, jangan kayak cewek. Sakitnya cuma bentaran kok. Sisanya bakal enak. Om jamin” kataku. Dengan sekali hentakan, aku mencoba memasukkan kontolku kembali. Dan blus!! Kali ini kontolku sukses menyeruak masuk ke anus Rei. Ohh, kalau kalian tahu, rasanya itu benar-benar membuatku serasa di awang-awang. Dinding-dinding anus Rei yang sempit itu seolah-olah meremas kontolku kuat-kuat.
Aku melihat ke wajah Rei. Cowok itu sedang menempelkan wajahnya ke pohon dengan mata yang ditutup dan raut kesakitan. Melihat itu membuatku agak kasihan juga. Kuelus rambutnya. Aku diam dalam posisi itu selama beberapa detik, memberinya waktu untuk beradaptasi dengan benda asing di anusnya. Lalu aku mulai bergerak maju mundur.
“Ahh.... Ahhh... Ahhh” desah Rei seirama dengan goyangan pantatku. “Ssst, jangan rame-rame” kataku sambil menutup mulutnya dari belakang. Rei pun kembali mendesah, tapi dengan suara yang lebih pelan. “Ngghh... Ngghh... Nghhh...”
Setiap aku bergerak, setiap itu pula kontolku serasa dipijat-pijat oleh anus Rei. Cengkeraman yang luar biasa, benar-benar tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Cengkeraman ini mirip sekali saat aku pertama kali menjeblos keperawanan istriku di malam pertama. Yah, ini tak ubahnya malam pertama!
Meski lebih pelan, tapi kali ini Rei mulai berinisiatif ikut menggerak-gerakkan pantatnya. Aku sendiri tak berani bermain kasar malam itu. Aku tahu persis sakitnya saat pertama kali diperawanin, jadi aku hanya bermain aman. Tapi tetap saja, kenikmatannya tak berkurang sama sekali.
Aku melepas kontolku dari anusnya. Kubalik tubuhnya, lalu dengan posisi berdiri, aku mencoba kembali memasukkan benda keperkasaanku ke dalam anus Rei. Rei lagi-lagi berinisiatif membantuku dengan menekuk sedikit kakinya sehingga aku lebih leluasa menghujamnya. Aku mencium bibirnya yang tebal itu dengan penuh nafsu. Sementara kedua tangan Rei menggelayut di pundakku, tangan kiriku sibuk menopang tubuh kami biar tidak jatuh dengan memegang batang pohon sedangkan tangan kananku memegang pinggulnya. Sesekali kubersihkan kerikil-kerikil dan dedaunan kecil yang lengket mengotori pantat Rei. Mungkin benda-benda ini lengket saat Rei tadi duduk.
Kenikmatan anus Rei sepertinya tak sanggup kutahan lagi. Aku mau keluar! Menyadari hal itu aku mulai mempercepat goyanganku. “Nggh! Nggh! Nggh!” erangnya tertahan. Makin cepat, makin cepat. Dan, “Arrghh! Ahhh!!!” Seiring dengan suara eranganku, aku menumpahkan pejuhku ke dalam anusnya. Sejujurnya, itu sedikit di luar skenarioku. Aku ingin klimaks di wajahnya. Tapi sudah keluar pun, apa mau dikata. Hehehe.
Aku melihat ke arah kontolku. Bercak darah nampak jelas di batangnya.
“Kamu jangan kaget ya kalo selama tiga hari ini kamu masih ngerasa sakit. Lama-lama bakal baikan kok” kataku. Rei hanya mengangguk sambil melihat bercak darahnya di kontolku.
Saat itu jam di tanganku sudah menunjukkan setengah 12 malam. Untung saja niatku berjalan mulus dan tak ada yang melihat perbuatan kami. Sebelum mengantarnya kembali ke kosnya, aku memberi bayaran yang dia minta, plus sedikit tambahan sebagai tanda terima kasihku karena sudah menyerahkan keperawanannya dan membuat malam itu menjadi malam tak terlupakan dalam hidupku.
***
Ini adalah pengalaman pertamaku menulis cerita. Karena itu, kalau hasilnya kurang memuaskan aku minta maaf. Cerita ini merupakan pengalaman seorang om-om yang aku kenal. Untuk selanjutnya, cerita berseri yang berjudul “Pengakuan” ini akan memuat pengalaman-pengalaman seks orang lain yang kuceritakan kembali. Bagi para pembaca yang ingin pengalaman seksnya kuceritakan, bisa mengirimkan ceritanya lewat inbox. Makasih sudah membaca.
Awalnya Rei agak ragu-ragu untuk mendekatiku, karena saat itu aku masih mengenakan helm. Tapi begitu aku melepaskan helm dari kepalaku, wajahnya langsung tersenyum. “Om Pras?” Aku tersenyum. “Iya” jawabku.
“Wih, dah jam 10 lebih gini kok bajunya masih rapi? Baru keluar ya?” tanyaku.
“Iya Om. Biasa, malem Minggu ya ngapelin pacar. Baru aja aku pulang, dah keluar lagi sama Si Om” katanya.
“Kamu ngekos di sana?” aku menunjuk gang tempat tadi dia muncul.
“Iya, agak masuk dikit sih” jawab dia. Kami terdiam selama beberapa saat. Nggak munafik. Tujuan utamaku ketemuan sama Rei malam ini karena aku ingin ngentot. Dan aku ingin segera melaksanakan niat itu secepatnya.
“Emm, kamu ada tempat mengobrol nggak? Nggak enak ngobrol di pinggir jalan gini. Ntar kalo ada yang kenal terus ngeliat gimana” kataku.
“Jangan ke kosan. Takut ditanya macem-macem sama temen-temenku” kata Rei.
“Bilang Om keluarga kamu kan beres” kataku tak sabar.
“Nggak deh Om, takut” jawab Rei. Lama-lama aku kesal juga dengan anak ini. Udah tampang biasa-biasa aja, minta bayaran gede, rewel pula.
“Om juga nggak punya tempat. Masa di rumah Om? Kan ada istri sama anak Om” kataku.
“Ya udah deh, kita jalan-jalan aja. Gimana?” usul Rei. Akhirnya, aku pun menuruti usulan itu. Buru-buru kembali kukenakan helmku. Setelah memakai helm yang sudah kupersiapkan untuknya, Rei lantas kubonceng berkeliling tanpa tujuan. Mataku melirik kanan dan kiri jalan, berusaha mencari tempat yang tepat untuk menuntaskan hasratku.
Selama di perjalanan, aku berbicara basa-basi dengan dia untuk meramaikan suasana. Saat itu memang cuacanya cukup panas. Tapi berhubung hari sudah semakin larut, udara malam pun tak ayal menerpa tubuh kami.
“Om, ntar kalo nusuk jangan sampe sakit ya” kata Rei. Permintaan yang aneh menurutku. Mana ada nusuk yang nggak sakit? Justru bukannya rasa sakit itu yang ditunggu-tunggu? Hehehe. Tapi aku maklum, karena memang sejak awal dia sudah bilang kalau ini adalah pengalaman pertamanya dengan sesama jenis.
“Emang Dek Rei serius waktu bilang kalo ini yang pertama?”
“Iyalah. Aku masih normal Om. Aku cuma lagi bener-bener butuh duit sekarang” kata Rei. Aku tak berani bertanya lebih jauh alasannya butuh uang. Aku orangnya tidak tegaan. Ntar kalau dia cerita lebih banyak, bukannya aku horny malah jatuhnya kasihan sama dia dan akhirnya nggak tega memerawi dia. Biar deh, itu urusan dia. Pokoknya dia seneng, aku puas!
Tak terasa jam di tanganku sudah menunjukkan hampir jam 11 malam. Karena frustasi tak menemukan tempat yang tepat, akhirnya aku memutuskan berhenti tepat di depan sebuah pohon yang agak rimbun. Di belakangnya terhampar sepetak sawah. Sedangkan di seberang jalan ada beberapa toko yang sudah tutup dan gang yang sepertinya mengarah ke pemukiman warga. Selebihnya, itu hanyalah jalanan beraspal yang sepi. Sepanjang melewati jalan itu, baru terhitung tiga sampai lima kendaraan yang berpapasan dengan kami.
“Turun di sini Om?” tanya Rei.
“Iya” jawabku.
Karena tak ada tempat parkir yang lain, mau tak mau aku meninggalkan sepeda motorku di pinggir jalan. Lalu kutarik tangan pemuda itu ke balik pohon. Tentu saja itu tempat persembunyian yang jauh dari aman. Mungkin masih bisa menghalau pemandangan orang-orang yang keluar dari gang di seberang jalan. Tapi jelas tak akan bisa dengan orang-orang yang lewat di samping kiri dan kanan pohon. Tapi nafsuku sudah tak mampu kutahan lagi.
Dengan bernafsu kudorong tubuh Rei ke pohon itu, lalu kucupang lehernya. Tangan kiri Rei secara refleks melingkarkan tangannya di pundakku sementara tangan kanannya meremas T-Shirt hitamku. Begitu cupanganku bergerak mendekati bibirnya, tanpa ragu-ragu kucium bibirnya yang tebal itu.
Aku memutar tubuhnya sehingga menghadap ke arah pohon dan membelakangiku. Kepalanya kutolehkan ke kiri dan kembali kucium bibirnya dari belakang. Aku menelusupkan tanganku ke balik bajunya dari bawah sehingga aku bisa memelintir putingnya yang kian melenting.
Merasa kurang leluasa, aku kemudian membuka sebagian kancing atas bajunya, hanya untuk memasukkan tanganku dan memelintir putingnya dari belakang. Kujilati tengkuknya.
Aku memutar sedikit tubuhnya. Kujilati puting itu. Tapi hanya sebentar, karena sesaat kemudian perhatianku langsung tertuju pada pantatnya.
Kuremas-remas belahan pantatnya. Aku yang sedang jongkok di depannya kemudian memutar lagi tubuh Rei sehingga selangkangannya tepat berada di depanku. Pelan-pelan kubuka resleting celana jeansnya berikut celana dalamnya. Begitu keduanya melorot sampai lutut, aku bisa melihat kontol Rei yang masih layu. Ternyata dia memang cowok straight. Kalau dia sakit, pasti sudah daritadi kontolnya ngaceng. Itu berarti, dia juga jujur donk soal keperawanannya. Kalau begitu, aku beruntung sekali. Aku belum pernah mencoba rasanya memerawani perjaka ting-ting macam Si Rei ini. Apalagi dia cowok normal. Ahh, sensasinya pasti sangat berbeda!
Pelan-pelan kuelus batang kejantanan milik Rei. Kukocok, terus kujilati. Lama-kelamaan, kontolnya pun mulai on. Baru setengah on kontolnya berdiri, langsung saja kumasukkan ke dalam mulutku. Rei rupanya kurang mengantisipasi hal ini, sehingga dengan keterkejutannya dia sedikit mengerang menerima perlakuanku pada kontolnya. “Arrrghh!” erangnya sambil menengadahkan kepalanya ke atas.
Seraya kepalaku naik turun di atas kontolnya, kedua tanganku juga asyik memegang-megang dua telur kembar di bawahnya. Ahh, aku selalu suka mengemut kontol anak muda. Apalagi, kontol cowok straight. Pasti sudah berkali-kali kontol ini keluar masuk memek cewek.
Tapi belum lama aku menikmatinya, tiba-tiba terdengar suara motor hendak lewat ke arah kami. Tentu saja kami langsung gelagapan. Lampu motor itu selama beberapa saat menyorot kami, tapi sepertinya pengendaranya sendiri tak terlalu memperhatikan keberadaan kami. Begitu motor itu menjauh, aku bilang, “Kamu duduk aja ya Dek. Biar lebih enak.”
“Iya Om” jawabnya. Rei langsung duduk dan menyenderkan punggungnya ke batang pohon. Aku kembali mengisap kontolnya, kali dengan posisi membungkuk.
“Ahhh, Om. Aku pengen keluar... Arrghhh!” tak lama kemudian, CROTT! CROTT! Rei memuntahkan cairan putih kentalnya dua kali hingga mengenai wajah dan tanganku.
“Gimana rasanya?” tanyaku pada Rei.
“Nggak buruk, itung-itung pengalaman baru” katanya. Tapi ini baru pembuka. Setelah memberinya beberapa menit untuk mengembalikan tenaga, aku lantas berdiri dan mendekatkan selangkanganku di wajahnya. Tahu apa yang kumau, tanpa kusuruh Rei membuka celanaku dan memelorotinya hingga ke lutut. Begitu melihat celana dalamku, Rei tak langsung membukanya. Cowok itu mengelus-elus gundukan di selangkanganku perlahan. Karena sudah tak sabar, aku sendiri yang menurunkannya ke bawah dan kudekatkan kontolku ke mulutnya. Rei tak menolak. Dengan perlahan pula dia menghisap kontolku. Awalnya raut mukanya terlihat jijik. Tapi lama-lama dia malah keasyikan sendiri.
Setelah merasa cukup tegang, aku memintanya berdiri. Inilah menu utama yang kutunggu-tunggu dari tadi! Tanpa kondom ataupun pelicin, aku mencoba memasukkan kontolku ke anus Rei yang masih perawan itu. Rupanya sangat sulit sekali. Jujur, ini pengalaman pertamaku berhadapan dengan anus perawan. Kalau biasanya tanpa pelicin aku bisa dengan mudah menjebol, tapi lain halnya dengan anus Rei ini. Lubangnya terlalu sempit dan kecil. Aku berkali-kali mencoba memasukkan jari kelingkingku ke anusnya untuk penetrasi. Rei, sambil menopang tubuhnya dengan tangan di batang pohon, mengerang kesakitan dan meminta berhenti.
“Arrghh, sakit Om! Sakitt!! Udah, udah.....” erangnya.
“Dah ah, jangan kayak cewek. Sakitnya cuma bentaran kok. Sisanya bakal enak. Om jamin” kataku. Dengan sekali hentakan, aku mencoba memasukkan kontolku kembali. Dan blus!! Kali ini kontolku sukses menyeruak masuk ke anus Rei. Ohh, kalau kalian tahu, rasanya itu benar-benar membuatku serasa di awang-awang. Dinding-dinding anus Rei yang sempit itu seolah-olah meremas kontolku kuat-kuat.
Aku melihat ke wajah Rei. Cowok itu sedang menempelkan wajahnya ke pohon dengan mata yang ditutup dan raut kesakitan. Melihat itu membuatku agak kasihan juga. Kuelus rambutnya. Aku diam dalam posisi itu selama beberapa detik, memberinya waktu untuk beradaptasi dengan benda asing di anusnya. Lalu aku mulai bergerak maju mundur.
“Ahh.... Ahhh... Ahhh” desah Rei seirama dengan goyangan pantatku. “Ssst, jangan rame-rame” kataku sambil menutup mulutnya dari belakang. Rei pun kembali mendesah, tapi dengan suara yang lebih pelan. “Ngghh... Ngghh... Nghhh...”
Setiap aku bergerak, setiap itu pula kontolku serasa dipijat-pijat oleh anus Rei. Cengkeraman yang luar biasa, benar-benar tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Cengkeraman ini mirip sekali saat aku pertama kali menjeblos keperawanan istriku di malam pertama. Yah, ini tak ubahnya malam pertama!
Meski lebih pelan, tapi kali ini Rei mulai berinisiatif ikut menggerak-gerakkan pantatnya. Aku sendiri tak berani bermain kasar malam itu. Aku tahu persis sakitnya saat pertama kali diperawanin, jadi aku hanya bermain aman. Tapi tetap saja, kenikmatannya tak berkurang sama sekali.
Aku melepas kontolku dari anusnya. Kubalik tubuhnya, lalu dengan posisi berdiri, aku mencoba kembali memasukkan benda keperkasaanku ke dalam anus Rei. Rei lagi-lagi berinisiatif membantuku dengan menekuk sedikit kakinya sehingga aku lebih leluasa menghujamnya. Aku mencium bibirnya yang tebal itu dengan penuh nafsu. Sementara kedua tangan Rei menggelayut di pundakku, tangan kiriku sibuk menopang tubuh kami biar tidak jatuh dengan memegang batang pohon sedangkan tangan kananku memegang pinggulnya. Sesekali kubersihkan kerikil-kerikil dan dedaunan kecil yang lengket mengotori pantat Rei. Mungkin benda-benda ini lengket saat Rei tadi duduk.
Kenikmatan anus Rei sepertinya tak sanggup kutahan lagi. Aku mau keluar! Menyadari hal itu aku mulai mempercepat goyanganku. “Nggh! Nggh! Nggh!” erangnya tertahan. Makin cepat, makin cepat. Dan, “Arrghh! Ahhh!!!” Seiring dengan suara eranganku, aku menumpahkan pejuhku ke dalam anusnya. Sejujurnya, itu sedikit di luar skenarioku. Aku ingin klimaks di wajahnya. Tapi sudah keluar pun, apa mau dikata. Hehehe.
Aku melihat ke arah kontolku. Bercak darah nampak jelas di batangnya.
“Kamu jangan kaget ya kalo selama tiga hari ini kamu masih ngerasa sakit. Lama-lama bakal baikan kok” kataku. Rei hanya mengangguk sambil melihat bercak darahnya di kontolku.
Saat itu jam di tanganku sudah menunjukkan setengah 12 malam. Untung saja niatku berjalan mulus dan tak ada yang melihat perbuatan kami. Sebelum mengantarnya kembali ke kosnya, aku memberi bayaran yang dia minta, plus sedikit tambahan sebagai tanda terima kasihku karena sudah menyerahkan keperawanannya dan membuat malam itu menjadi malam tak terlupakan dalam hidupku.
***
Ini adalah pengalaman pertamaku menulis cerita. Karena itu, kalau hasilnya kurang memuaskan aku minta maaf. Cerita ini merupakan pengalaman seorang om-om yang aku kenal. Untuk selanjutnya, cerita berseri yang berjudul “Pengakuan” ini akan memuat pengalaman-pengalaman seks orang lain yang kuceritakan kembali. Bagi para pembaca yang ingin pengalaman seksnya kuceritakan, bisa mengirimkan ceritanya lewat inbox. Makasih sudah membaca.
Rei bisa hamil hasil pejuh om dalam perutnya.
BalasHapus